Terbukti dalam kitab al-Hikam, ajaran-ajaran tasawuf yang diajarkan oleh Ibnu Atha'illah menyandarkan langsung pada Al-Qur'an dan hadits. Ibnu Atha'illah dikenal sebagai guru atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarekat Syadzili setelah pendirinya Abu al-Hasan asy-Syadzili dan penerusnya, Abu al-Abbas al-Mursi. Ibnu Atha'illah-lah yang
Al-Hikam Pasal 1 Bersandar pada Amal مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزّ َلَلِ "Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja’ rasa harap kepada rahmat Allah di sisi alam yang fana." Syarah Ar-raja’ adalah istilah khusus dalam terminologi agama yang bermakna pengharapan kepada Allah Ta'ala. Ar-raja’ tidak selalu terkait dengan pengharapan akan ampunan Allah, melainkan lebih menyifati orang-orang yang mengharapkan kedekatan dengan Allah, yakni taqarrub. Kalimat "wujuudi zalal", artinya segala wujud yang akan hancur, diterjemahkan sebagai "alam yang fana". Status ini menunjukkan seseorang yang masih hidup di dunia dan terikat oleh alam hawa nafsu dan alam syahwat; itu semua adalah wujud al-zalal, wujud yang akan musnah. Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, sekalipun masih hidup di dunia dan terikat pada semua wujud yang fana, namun harapannya semata kepada Allah Ta'ala. Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, sekalipun masih hidup di dunia dan terikat pada semua wujud yang fana, namun harapannya semata kepada Allah Ta'ala Jika kita berharap akan rahmat-Nya, maka kita tidak akan menggantungkan harapan kepada amal-amal kita, baik itu besar atau pun kecil. Dan hal yang paling mahal dalam suluk adalah hati, yaitu apa yang dicarinya dalam hidup. Dunia ini akan menguji sejauh mana kualitas raja’ harap kita kepada Allah Ta’ala. Rasulullah saw. bersabda “Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya.” Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku.” – Bukhari dan Muslim
Setiapyang memabukkan itu haram dalam berbagai macamnya. Referensi: Jaami' Al-'Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba'in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh 'Abdul Muhsin bin Muhammad Al
Berbedadengan orang gila yang dalam kamus bahasa Arab Janna-Yajunnu-Jannan artinya menutup, sedang Junna- Junuunan artinya gila, hilang akal, dan obyek atau maf'ul Majnuun artinya orang gila. Istilah Jadzab ditulis oleh (658 H/1259 M -709 H/1309 M) dalam kitab Al-Hikam 5) Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athoillah Assakandari
Pasal143 dalam Kitab Al Hikam, Ibnu Athaillah ingin memperingatkan kita semua agar tidak terburu-buru senang hati, bangga, apalagi besar kepala ketika menerima pujian dari orang lain. Pasalnya, pada dasarnya pujian itu kurang tepat jika ditujukan kepada kita. Setiap dari kita pasti memiliki aib yang tersembunyi.
fATQea. wr6or83owg.pages.dev/220wr6or83owg.pages.dev/252wr6or83owg.pages.dev/97wr6or83owg.pages.dev/357wr6or83owg.pages.dev/27wr6or83owg.pages.dev/15wr6or83owg.pages.dev/92wr6or83owg.pages.dev/292wr6or83owg.pages.dev/1
jadzab menurut al hikam